Friday 29 March 2019

TANGGAPAN ATAS BELAS KASIH ALLAH

 (Hari Minggu Prapaskah IV: 31 Maret 2019)
[Bacaan Injil:  Luk 15:1-3.11-32]
Oleh: Pastor Vinsensius, Pr.




Saudara-saudari terkasih, kita sering kali kita sulit melupakan kesalahan orang lain, entah karena kita tidak mau memaafkan kesalahan orang itu, atau pun karena kita tidak yakin akan pertobatan dari orang itu. Sering kita sulit merubah pandangan kita yang negatif terhadap orang lain. Sekali kita menilai orang itu negatif dan buruk sikapnya, maka selamanya kita menganggap orang itu buruk dan tidak bisa berubah. Itulah yang terjadi dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Mereka menilai para  pemungut cukai dan orang berdosa sebagai orang yang tidak bisa lagi diselamatkan, dan harus dijauhi. Namun, tidaklah demikian dengan Yesus. Yesus malah mendekati mereka, dan menerima mereka dengan penuh belas kasih, agar mereka bisa bertobat dan menjadi orang yang lebih baik lagi. Akan tetapi, sikap Yesus ini diprotes oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Maka, untuk menanggapi protes mereka ini, Yesus pun memberikan perumpamaan tentang Anak yang hilang.

Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa itu seperti anak bungsu yang hilang. Mereka memang telah berdosa, namun mereka ingin bertobat dan kembali kepada Allah. Kehadiran Yesus di tengah-tengah mereka membawa pertobatan bagi mereka. Sikap Yesus itu seperti seorang bapa yang baik, yang mau menerima kembali anaknya yang sudah bersikap kurang ajar terhadapnya dengan memboroskan harta kekayaannya. Sadar akan dosa dan penyesalan yang mendalam mendorong mereka untuk datang kepada Yesus. Dan Yesus tetap membuka tangan-Nya untuk menerima mereka. Yesus tidak menolak mereka. Dengan penuh belas kasih, Yesus menerima pertobatan mereka. Yesus tidak lagi mengingat-ingat dosa mereka. Karena kemurahan hati-Nya, Ia telah menghapus dosa mereka, dan menerima mereka kembali dalam persekutuan umat Allah.

Namun, ternyata apa yang Yesus lakukan ini tidak disukai oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Mereka merasa hanya diri mereka saja yang benar, dan mereka tidak mau bergaul dengan orang-orang berdosa. Mereka mengkritik sikap Yesus yang dekat dengan orang-orang berdosa. Maka, Yesus menyamakan mereka dengan anak sulung. Anak sulung itu tidak mau menerima kehadiran adiknya yang sudah melakukan perbuatan yang kurang ajar dan mencemarkan nama baik keluarganya. Walaupun adiknya sudah menyesal dan ingin bertobat, namun ia tetap saja menganggap adiknya sebagai pendosa yang tidak layak diterima dalam keluarganya. Demikian pula dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Mereka tidak mau menerima pertobatan dari para pemungut cukai dan para pendosa lainnya. Sekali mereka mencap seseorang berdosa, maka seumur hidup mereka akan memandang orang itu sebagai orang yang berdosa dan tidak bisa diselamatkan!

Saudara-saudari terkasih, jika kita bersikap seperti orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat dalam Injil tadi, maka kita menutup hati kita terhadap Belas Kasih Allah. Jika kita tidak mau menerima pertobatan dari sesama kita, maka kita tidak percaya kepada Yesus yang murah hati dan berbelas kasih kepada orang berdosa. Pengalaman orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat serta gambaran si anak sulung menjadi pembelajaran bagi kita, bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap orang-orang berdosa.

Kita harus mengakui dengan jujur, bahwa kita semua adalah orang yang berdosa. Entah besar maupun kecil dosa kita, entah ringan maupun berat dosa kita, kita semua tetaplah orang yang berdosa. Namun, pintu kerahiman Allah selalu terbuka bagi kita. Allah selalu menunggu kita untuk datang kepada-Nya, untuk merasakan serta mengalami rahmat pengampunan yang berasal dari Allah sendiri. Bukti paling nyata dari belas kasih Allah ini adalah Sakramen Tobat/ Pengakuan Dosa. Maka, di Masa Tobat ini, marilah kita menerima Sakramen Tobat. Mari kita datang kepada imam dan mengakui semua dosa-dosa kita di hadapan imam. Maka, melalui perantaraan imam, Allah yang berbelas kasih akan mengampuni dosa-dosa kita. Itulah awal dari pertobatan yang sejati. Dengan menerima rahmat pengampunan dari Allah, kita bisa memulai cara hidup kita yang baru, yang lebih baik lagi dan lebih berkenan kepada Allah. 

Hidup sebagai orang yang baik dan benar di hadapan Allah jangan sampai membuat kita menjadi sombong dan menjauhkan diri dari orang-orang yang berdosa. Kita harus juga membantu sesama kita untuk bertobat dan mengalami belas kasih Allah. Kita harus bersukacita dan bergembira, jika sesama kita bertobat dan kembali kepada Allah, bukan sebaliknya mencela mereka atau menjelek-jelekkan mereka atau bahkan menyebarkan gosip yang tidak benar tentang mereka, karena masa lalu mereka yang buruk. Kita harus bersikap seperti Yesus, yang mau menerima orang-orang berdosa, melupakan dosa-dosa mereka, dan tidak mengungkit-ungkit lagi segala kesalahan mereka! Kita harus mengikuti sifat Allah yang murah hati dan berbelas kasih, dengan mengampuni sesama kita. Inilah tanggapan yang tepat atas belas kasih Allah kepada kita, manusia yang berdosa ini.

Marilah kita mohon bantuan rahmat Allah, agar kita bisa bertobat dan membawa sesama kita kepada pertobatan yang sejati. Dengan demikian, kita dapat merayakan Hari Raya Paskah nanti dengan semangat yang baru sebagai manusia yang baru, sehingga Perayaan Keselamatan ini sungguh-sungguh bermakna bagi kehidupan kita sehari-hari.

No comments:

Post a Comment