Showing posts with label Vinsensius. Show all posts
Showing posts with label Vinsensius. Show all posts

Saturday 27 February 2021

MENDENGARKAN SUARA TUHAN

Hari Minggu Prapaskah II: 28 Februari 2021




Saudara-saudari terkasih, masa prapaskah sering kali menjadi masa yang penuh cobaan. Saat kita berpuasa, kita merasa lapar. Saat kita berpantang, selalu ada godaan untuk melanggar pantangan itu. Demikian juga saat kita ingin berdoa, pasti lebih banyak lagi godaan-godaan yang membatalkan niat kita untuk berdoa, dan seterusnya. Minggu lalu kita sudah mendengarkan kisah bagaimana Yesus juga dicobai oleh iblis di padang gurun, saat Yesus berpuasa 40 hari, 40 malam. Namun, Yesus tetap setia kepada Bapa-Nya, sehingga Dia tidak jatuh dalam pencobaan. 


Bacaan suci hari ini juga menampilkan kepada kita pencobaan yang dialami oleh Abraham dalam Bacaan Pertama tadi. Abraham mengalami cobaan yang paling berat dalam hidupnya, yaitu mengurbankan anaknya yang tunggal yang dikasihinya sebagai kurban bakaran kepada Allah. Namun, Abraham tetap TAAT kepada kehendak Allah, walaupun berat dan tidak masuk akal baginya. Ketaatan iman inilah yang diperhitungkan oleh Tuhan. Karena ketaatan Abraham, maka Allah segera membatalkan perintah-Nya untuk mengurbankan anaknya itu, dan menggantikannya dengan seekor domba jantan. Berkat ketaatan iman ini juga, akhirnya Abraham diberkati oleh Tuhan dan keturunannya menjadi berkat bagi seluruh bangsa. 

Kita semua adalah keturunan Abraham, berkat iman kita kepada Yesus Kristus. Keturunan bukan dalam arti darah dan daging, tetapi secara iman, karena kita mewarisi iman yang sama dengan iman leluhur kita Abraham, dan yang secara istimewa diajarkan oleh Tuhan kita, Yesus Kristus. Maka, kita semua juga diberikan janji akan mendapatkan berkat yang sama dengan berkat yang diberikan oleh Allah kepada Abraham. Pertanyaannya: bagaimana caranya agar kita bisa memperoleh berkat itu? 


Jawabannya ada pada Bacaan Injil hari ini. Allah bersabda kepada para rasul, yang saat itu kebingungan melihat penampakan mulia Yesus di atas gunung Tabor: “Inilah Putera-Ku yang terkasih, DENGARKANLAH DIA!” Tidak ada cara lain, kalau kita ingin mendapatkan berkat Tuhan, selain mendengarkan suara Tuhan. Mendengarkan suara Tuhan adalah mentaati perintah-perintah Tuhan, seperti yang dilakukan oleh Abraham, walaupun berat dan sulit. 


Di zaman yang modern ini, banyak godaan yang menjauhkan diri kita dengan Tuhan. Setan tidak lagi menampakkan diri dengan rupa yang buruk dan menakutkan, tetapi dengan penampilan yang menarik, dan bagus, sehingga manusia dengan mudah tertarik dan jatuh dalam pencobaan. Maka, masa prapaskah ini menjadi masa yang penting bagi kita untuk BERTOBAT dan kembali kepada Allah. Masa untuk melawan segala cobaan dan godaan hawa nafsu yang menyesatkan. Masa untuk MENDENGARKAN suara Tuhan, yang berbicara kepada kita, baik lewat Kitab Suci dan Doa, maupun lewat peristiwa hidup dan orang-orang yang ada di sekitar kita. 


Percayalah, bahwa jika kita memiliki iman yang kuat dan ketaatan yang teguh kepada Allah, maka kita akan mampu menghadapi semua cobaan dan godaan yang kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari. Seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Bacaan Kedua tadi, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” Sungguh, perkataan Paulus ini bukan sekedar pertanyaan, tetapi sebenarnya adalah pernyataan iman, bahwa jika Allah ada di pihak kita, jika kita sungguh-sungguh percaya kepada Allah, maka tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat melawan kita, atau membuat kita jatuh dalam pencobaan dan dosa. 


Maka, marilah kita senantiasa BERIMAN dan percaya kepada Tuhan Yesus, mendengarkan semua perintah-perintah-Nya, dan mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan demikian, kita dapat merayakan Hari Raya Paskah dengan penuh sukacita dan kegembiraan, berkat iman kita kepada Kebangkitan Yesus, yang telah mengalahkan dosa dan maut, dan mengaruniakan keselamatan kekal bagi kita. Amin. 



RD. Vinsensius

Imam Diosesan Sanggau



























Thursday 28 January 2021

KENABIAN DI ZAMAN SEKARANG

 (Hari Minggu Biasa IV: 31 Januari 2021)




Saudara-saudari terkasih, kita sering mendengar dan menyebut kata “NABI”. Tapi, apakah kita tahu apa artinya Nabi itu? Apa tugas dari seorang Nabi? Dan siapakah Nabi itu? Bacaan-bacaan suci pada hari ini mengajak kita untuk merenungkan secara mendalam tentang Kenabian, baik di zaman dahulu, maupun di zaman sekarang. 


Dalam Bacaan Pertama tadi, yang berasal dari zaman Perjanjian Lama, Allah telah bernubuat kepada Musa, bahwa Ia akan membangkitkan seorang nabi dari antara orang Israel. Allah akan menaruh Sabda-Nya ke dalam mulut Sang Nabi, sehingga Ia dapat mengatakan semua perintah Tuhan. Orang yang tidak mendengarkan perkataan Nabi itu akan dihukum oleh Tuhan. Sedangkan nabi-nabi palsu yang mengucapkan perkataan yang bukan dari Allah, dan yang berasal dari dewa-dewi atau dari pikirannya sendiri, harus dihukum mati!


Nubuat tentang kedatangan Nabi Yang Agung itu tergenapi secara sempurna dalam diri Yesus Kristus. Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia. Dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Yesus juga menjalankan tugas dari seorang Nabi. 


Dalam Bacaan Injil tadi, kita telah mendengarkan, bahwa Yesus menjalankan tugas kenabian-Nya dengan mengajar di rumah ibadat di Kapernaum. Ia mengajar dengan penuh kuasa, sehingga orang kagum melihatnya. Bukan hanya itu! Dengan Sabda-Nya juga Ia dapat mengusir roh-roh jahat yang merasuki manusia. Roh jahat itu ketakutan di hadapan Yesus. Mereka takut dibinasakan oleh Yesus. Sekalipun mereka tahu bahwa Yesus adalah Yang Kudus dari Allah, tetapi mereka tidak percaya kepada-Nya. Hanya dengan mengatakan, “Diam, keluarlah dari dia!” Yesus mengusir roh jahat dari orang yang kerasukan itu. 


Memang kedatangan Yesus adalah membinasakan roh jahat dari muka bumi, dari pikiran, hati, jiwa, dan tubuh manusia. Kedatangan Yesus adalah Kedatangan Kerajaan Allah. 


Apakah tugas kenabian hanya sampai pada zaman Yesus saja? Tidak! Tugas kenabian itu tetap berlanjut sampai sekarang, dan bahkan sampai akhir zaman nanti. 


Dalam Bacaan Kedua kita telah mendengarkan nasihat Rasul Paulus, yang mengingatkan kita supaya jangan kuatir dalam hidup. Kita harus fokus dalam pekerjaan dan pelayanan kita sebagai murid-murid Kristus. Baik hidup sebagai selibater, maupun awam yang menikah (bekeluarga) harus sama-sama memusatkan perhatiannya kepada tanggung-jawabnya masing-masing. Artinya, harus berfokus pada panggilan hidup masing-masing. Tujuannya agar kita dapat melakukan perbuatan yang baik dan benar, dan dapat melayani Tuhan tanpa gangguan.  Dengan cara itu kita dapat menjalankan tugas kenabian kita masing-masing di zaman sekarang. 


RD. Vinsensius

Imam Diosesan Sanggau

Saturday 26 December 2020

KELUARGA YANG BERIMAN BESAR

(Pesta Keluarga Kudus: 

27 Desember 2020)



 Perayaan Natal tidak dapat kita pisahkan dengan perayaan Keluarga Kudus. Mengapa? Karya INTI dari perayaan Natal adalah KESELAMATAN dari Allah. Dan karya keselamatan Allah itu tidak dapat dipisahkan dari peranan keluarga. Artinya, Allah menyelamatkan manusia di dalam dan melalui keluarga.


Dalam Bacaan Pertama tadi, kita sudah mendengarkan kisah tentang keluarga Abraham, bapa segala bangsa. Allah berjanji untuk memberikan keturunan kepada Abraham. Walaupun awalnya Abraham ragu dengan janji Allah, karena Sara isterinya sudah tua. Namun, karena Allah sendiri yang berfirman kepada-Nya, maka Abraham PERCAYA kepada Allah. Iman Abraham ini diperhitungkan oleh Allah, sehingga Abraham mendapatkan seorang anak, yang dinamakannya Ishak. Walaupun sebenarnya Sara sudah tidak bisa mengandung lagi, karena secara manusia ia sudah tua. Namun, bagi Allah tidak ada yang mustahil. Kuasa Allah melebihi segala kemampuan akalbudi dan jasmani manusia. Karena kuasa Allah inilah, maka Sara dapat mengandung dan melahirkan Ishak di masa tuanya, sehingga janji Allah kepada Abraham terpenuhi secara sempurna. 


Cobaan yang dialami Abraham tidak hanya berhenti sampai pada kelahiran Ishak saja, tetapi masih ada satu lagi cobaan yang lebih berat, yaitu perintah Allah untuk mempersembahkan anaknya sebagai kurban bakaran. Artinya, ia disuruh membunuh anaknya yang tunggal sebagai persembahan bagi Allah. Bukankah ini hal yang gila? Tidak masuk akal, dan sangat mengerikan, sadis, dan kejam? Namun, Abraham tetap taat kepada Allah. Apa yang ada di pikiran Abraham saat itu, sehingga ia taat buta kepada Allah? Bukankah jika anaknya itu mati, maka janji Allah untuk memberikan keturunan sebanyak bintang di langit dan pasir di pantai akan gagal?


Jawabannya dapat kita temukan dalam Bacaan Kedua hari ini dari Surat kepada orang Ibrani. Penulis surat Ibrani ini mengatakan bahwa Abraham rela mempersembahkan anaknya yang tunggal bagi Allah sebagai kurban bakaran, karena ia PERCAYA bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang sekalipun mereka sudah mati. Di sinilah terletak KETAATAN IMAN dari Abraham. Dia tidak sekedar taat buta, tanpa tahu apa-apa tentang rencana dan kehendak Allah. Tetapi, yang mendasari ketaatannya itu adalah IMAN yang teguh kepada Allah. Karena imannya itu, maka Allah segera membatalkan rencana-Nya untuk menyuruh Abraham mempersembahkan anaknya itu, dan menyuruh Abraham menggantikan kurban itu dengan seekor domba yang telah disediakan oleh Allah. Inilah ujian iman yang telah dilalui oleh Abraham, dan dia sudah lulus dengan nilai yang terbaik, berkat IMAN-nya yang teguh dan total kepada Allah. 


Saudara-saudari terkasih, IMAN yang teguh juga kita temukan dalam Keluarga Kudus di Nazaret. Sebagai orang tua, Santo Yosef dan Bunda Maria sungguh-sungguh mengasuh, mendidik, dan membesarkan Yesus, sehingga Dia dapat menjadi Pribadi yang kuat, penuh hikmat dan anugerah dari Allah. Salah satu buktinya dapat kita dengarkan dalam Bacaan Injil tadi. Santo Yosef dan Bunda Maria tetap menjalankan hukum Taurat Musa dalam hal penyucian bagi anak-anak. Maka, ketika genap waktunya, mereka mempersembahkan Yesus di Bait Allah. Dan masih banyak lagi kisah lainnya tentang tanggung jawab yang dijalankan oleh Santo Yosef dan Bunda Maria ini dalam hal keagamaan, dan ajaran moral, sehingga mereka layak disebut sebagai Keluarga Kudus, karena memiliki Iman yang besar. 


Saudara-saudari terkasih, sebagai keluarga Katolik kita juga harus memiliki iman yang besar. Kita harus mengikuti teladan dari keluarga Abraham dan keluarga Santo Yosef, yang sungguh-sungguh beriman kepada Allah, walaupun mengalami berbagai cobaan dan tantangan yang berat dalam keluarganya. Maka, ada tiga point yang dapat direnungkan dari kedua kisah ini dalam kehidupan kita sehari-hari:

Pertama, IMAN kepada Tuhan Yesus harus menjadi dasar dan pondasi dari keluarga kita. Keluarga katolik adalah keluarga yang didirikan di atas iman kepada Yesus melalui Sakramen Perkawinan yang suci. Maka, sudah layak dan sepantasnya keluarga katolik juga memiliki IMAN yang teguh kepada Yesus. 


Kedua, PENDIDIKAN IMAN anak menjadi tugas pokok dari keluarga Katolik. Sebagai orang tua, bapak dan ibu wajib mendidik anak-anak secara Katolik. Dimulai dari pembaptisan mereka sejak kecil. Orang tua harus mengajarkan anak-anak cara berdoa secara Katolik dan juga ajaran-ajaran iman dan moral Katolik, yang telah diberikan oleh Tuhan Yesus kepada kita. 


Ketiga, TELADAN HIDUP YANG BAIK dari orang tua menjadi kekuatan bagi pertumbuhan iman anak. Pengajaran dari orang tua tidak cukup hanya dari mulut saja, tetapi juga dengan tindakan yang nyata. Kata-kata kita akan bermakna dan berdaya guna jika dilengkapi dengan perbuatan hidup kita yang sesuai dengan kata-kata tersebut. Maka, di sini teladan hidup dari orang tua sangat penting bagi perkembangan iman anak, agar mereka dapat bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan anugerah dari Allah, seperti Yesus sendiri. 


Semoga perayaan Natal tahun ini semakin menguatkan iman kita kepada Yesus, sehingga keluarga kita dapat menjadi keluarga kudus di zaman sekarang. 



RD. VINSENSIUS

Imam Diosesan Sanggau


Friday 18 December 2020

IMAN DAN KETAATAN

(Hari Minggu Adven IV: 

20 Desember 2020)





Saudara-saudari terkasih, Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di Roma, yang telah kita dengarkan dalam Bacaan II tadi, menegaskan kepada kita, bahwa Kabar tentang Keselamatan Allah telah diwartakan oleh para nabi selama berabad-abad, dan kini telah dinyatakan kepada kita melalui Kelahiran Yesus Kristus. Semuanya ini membimbing kita kepada KETAATAN IMAN. 


Nubuat tentang kedatangan Yesus tampak nyata dalam Bacaan I hari ini. Allah berfirman kepada Nabi Natan, bahwa Allah akan memilih keturunan Daud dan mengokohkan Kerajaan-Nya untuk selama-lamanya. Allah akan menjadi Bapa-Nya, dan Dia akan menjadi Putera Allah. Inilah nubuat tentang kelahiran Yesus yang terdapat di dalam Kitab Perjanjian Lama. 


Nubuat ini tergenapi dan terlaksana di dalam diri Yesus Kristus, Putera Allah. Dalam Bacaan Injil tadi, kita sudah mendengarkan kabar gembira dari Malaikat Tuhan kepada Bunda Maria. Dengan jelas Malaikat itu mengatakan, bahwa Maria akan mengandung dari Roh Kudus, dan melahirkan seorang anak laki-laki, yang harus diberi nama Yesus, sebab Dialah Putera Allah yang Mahatinggi dan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya Kerajaan Daud untuk selama-lamanya. Walaupun Maria awalnya terkejut, takut, dan tidak mengerti dengan kehendak Tuhan ini, namun ia tetap percaya dan taat kepada kehendak Tuhan, dengan berkata: “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu.” 


Saudara-saudari terkasih, ketaatan iman seperti Bunda Maria inilah yang harus kita teladani dan ikuti dalam kehidupan kita sehari-hari. Memang ada banyak persoalan dan masalah dalam hidup ini, yang tidak kita mengerti, yang tidak mampu kita selesaikan secara manusiawi. Namun, pada saat itulah kita membutuhkan pertolongan Tuhan. Di tengah ketakutan kita, lebih-lebih di masa pandemi ini, kita harus tetap mengandalkan Tuhan, dan bukan kekuatan yang lain. Tuhan harus tetap menjadi yang Nomor Satu dalam hidup kita. 


Maka, marilah dalam Masa Adven yang sebentar lagi akan kita akhiri dan dalam menyongsong perayaan Natal, kita mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, agar perayaan Natal dapat sungguh bermakna bagi kehidupan iman kita. Yesus ingin lahir di dalam hati kita masing-masing, maka marilah kita membersihkan hati kita dari segala noda dosa, agar layak menjadi palungan dan tempat kediaman bagi Yesus. Persiapan hati menjadi hal yang utama dan pertama dalam persiapan Natal ini. Dan kita bisa mempersiapkan hati kita dengan baik, jika kita memiliki iman dan ketaatan yang total kepada Tuhan. 



R.D. VINSENSIUS

Imam Diosesan Sanggau




Saturday 12 December 2020

TUGAS SEORANG NABI

 

(Hari Minggu Adven III: 

13 Desember 2020)



Saudara-saudari terkasih, berkat rahmat baptisan kita semua mengambil bagian dalam imamat Kristus, dalam perutusan-Nya sebagai nabi dan raja (KGK. 1268). Maka, dengan dibaptis kita diutus untuk menjadi seorang nabi, yaitu utusan Allah, yang mewartakan Kabar Gembira kepada sesama. 


Bacaan-bacaan Suci pada hari ini berbicara tentang tugas seorang nabi. Dalam Bacaan Pertama, Nabi Yesaya bersaksi tentang dirinya sebagai nabi Tuhan, bahwa Roh Tuhan ada padanya, sebab Tuhan telah mengurapinya menjadi seorang nabi. Pangggilan itu mengandung tugas perutusan untuk mewartakan Kabar Baik kepada orang-orang yang sengsara. Tugas ini memang berat, tetapi Yesaya menjalankannya dengan penuh sukacita di dalam Tuhan, sebab ia percaya bahwa Tuhan akan selalu menyertai dia dalam tugas kenabiannya. Tuhan sendiri yang akan bertindak melalui dirinya untuk menumbuhkan kebenaran dan keselamatan di dunia. 


Begitu juga dengan Yohanes Pembaptis, yang kita dengarkan dalam Bacaan Injil tadi. Ia diutus oleh Allah untuk menjadi seorang nabi. Sebagai nabi, Yohanes bersaksi tentang Tuhan Yesus, Sang Cahaya Dunia. Maka, ketika ditanya oleh orang-orang Yahudi: “Apakah kamu adalah Mesias yang dinantikan itu?” Yohanes dengan jujur mengatakan, bahwa dia bukan Mesias! tetapi dia hanya suara yang berseru-seru di padang gurun untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Namun, orang-orang Yahudi itu belum mengerti tentang tugas kenabian Yohanes dan mempertanyakan pembaptisan yang dilakukannya: ‘Jika kamu bukan Mesias mengapa berani-beraninya membaptis orang?’ Yohanes menjawab dengan enteng saja: ‘Aku hanya membaptis dengan air, tetapi di tengah-tengahmu akan datang Dia yang tidak kamu kenal, yang akan datang sesudah aku.’ Dialah Yesus, Sang Mesias yang dijanjikan oleh Allah, dan yang telah diwartakan oleh para nabi selama beribu-ribu abad sebelum kelahiran Yesus. 


Tugas kenabian itu tidak berhenti sampai pada zaman Yesus saja. Tetapi, terus berlanjut hingga saat ini. Dalam Bacaan Kedua kita mendengarkan kesaksian dari Rasul Paulus, yang dipanggil sesudah kebangkitan Yesus. Ia  mewartakan kepada kita, agar kita mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Tuhan Yesus dengan cara hidup yang baik, dan menjauhi segala macam kejahatan. 


Saudara-saudari terkasih, bagaimana dengan diri kita? Selama Masa Adven ini kita semua dipanggil dan diutus untuk menjalankan tugas kenabian yang telah kita terima saat pembaptisan. Secara khusus kita diutus untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan, yang secara istimewa akan kita rayakan pada Hari Raya Natal nanti. Apa yang perlu kita persiapkan? Ada banyak hal yang perlu kita persiapkan, baik di gereja maupun di rumah. Namun di atas segalanya, PERSIAPAN HATI menjadi hal yang paling utama, agar Perayaan Natal bukan sekedar pesta pora dan kesenangan duniawi belaka, tetapi sungguh-sungguh menjadi Karya Keselamatan Allah dalam kehidupan kita, dalam keluarga dan masyarakat kita. 


Selama masa pandemi ini, di mana kita tidak boleh berkumpul dalam jumlah yang besar, apalagi berpesta pora dan tidak menjaga jarak, menjadi saat yang baik bagi kita untuk mempersiapkan Natal dalam arti yang sesungguhnya, sebab kelahiran Yesus bukan dalam suasana sorak-sorai dan gegap gempita dunia, tetapi dalam kegelapan dan kesunyian di kandang yang hina. Semoga dalam keadaan yang serba terbatas ini kita bisa berfokus pada PERSIAPAN HATI, agar kita layak menyambut kelahiran Yesus di hati kita masing-masing. Ada banyak cara untuk mempersiapkan hati, tetapi yang paling utama adalah menerima SAKRAMEN TOBAT atau PENGAKUAN DOSA. Dengan demikian kita akan menjadi seperti yang dikatakan oleh Pemazmur, “Orang yang bersih tangannya dan suci hatinya, yang akan menerima berkat dari Tuhan...” (Mzm. 24:4a,5a), dan berjumpa dengan Sang Juru Selamat.  



R.D. VINSENSIUS

Imam Diosesan Sanggau










Thursday 3 December 2020

PERSIAPKAN JALAN BAGI TUHAN

(Hari Minggu Adven II: 

6 Desember 2020)



Saudara-saudari terkasih, dalam Bacaan Pertama kita mendengarkan perintah Allah kepada umat Israel dalam masa pembuangan di Babel. Allah menyuruh Nabi Yesaya untuk menghibur umat Israel dengan Kabar Gembira Keselamatan, bahwa Tuhan sendiri akan datang ke dunia untuk menyelamatkan umat-Nya. Maka, mereka harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menyambut kedatangan Tuhan ini. Nabi Yesaya menyampaikan nubuat, bahwa akan ada suara yang berseru-seru di padang gurun, “Siapkanlah di padang gurun jalan bagi Tuhan, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditimbuni, setiap gunung dan bukit diratakan. Tanah yang berbukit-bukit harus menjadi rata, dan tanah yang berlekak-lekuk menjadi datar.” 


Nubuat Yesaya ini tergenapi dalam Bacaan Injil tadi. Yohanes pembaptis hadir sebagai suara yang berseru-seru di padang gurun, karena ia mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan Yesus. Persiapan itu dilakukannya dengan pembaptisan tobat. Maka datanglah orang-orang kepadanya untuk mengaku dosa dan dibaptis. Semua yang dilakukan oleh Yohanes adalah persiapan bagi kedatangan Tuhan. Maka, ia mengatakan bahwa sesudah dia akan datang Tuhan Yesus, yang akan membaptis mereka dengan Roh Kudus. 


Kedatangan Tuhan yang pertama sudah tergenapi melalui kelahiran Yesus Kristus. Namun, kedatangan Tuhan yang kedua kali masih menjadi pengharapan bagi kita. Di zaman sekarang ini kita menantikan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya ke dunia ini. Dalam Bacaan Kedua Rasul Petrus mewartakan tentang kedatangan Hari Tuhan. Hari Tuhan akan seperti pencuri. Artinya, tidak ada seorang pun yang tahu kapan saat dan harinya. Pada akhir zaman, dunia ini akan dihancurkan. Maka dari itu, kita harus hidup suci dan bertobat, agar pada akhir zaman  kita berada dalam keadaan layak di hadapan Tuhan, dan diselamatkan oleh Tuhan dari kebinasaan kekal. 


Saudara-saudari terkasih, akhir zaman akan menjadi peristiwa yang mengerikan bagi kita, jika kita tidak mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Jika kita tetap berada dalam keadaan dosa, maka kita akan binasa bersama dengan dunia ini yang akan dibinasakan. Namun, jika kita sungguh-sungguh mempersiapkan diri kita dengan hidup suci dan pertobatan yang sejati, maka akhir zaman akan menjadi peristiwa yang membahagiakan, karena saat itu kita akan diselamatkan dan masuk ke dalam dunia yang baru, yang penuh dengan kebenaran. 


Maka, marilah kita mempersiapkan diri kita dengan sebaik-baiknya, terutama di masa Adven ini, agar perayaan Natal nanti bukan sekedar pengenangan akan peristiwa masa lalu saja, tetapi juga menjadi pengharapan kita untuk menyambut kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya pada akhir zaman. Dengan demikian, kita akan sungguh-sungguh mempersiapkan diri untuk menyambut peristiwa yang membahagiakan ini, yang pasti akan terjadi di akhir zaman nanti. Pertobatan menjadi satu-satunya jalan bagi kita untuk mempersiapkan diri dalam menyambut kedatangan Tuhan. 


R.D. Vinsensius

Imam Diosesan Sanggau 


Friday 27 November 2020

HIDUP DALAM PENGHARAPAN

(Hari Minggu Adven I: 

29 November 2020)






Saudara-saudari terkasih, zaman sekarang ini banyak orang yang bermain-main dengan istilah harapan. Ada yang disebut pemberi harapan palsu (PHP). Seakan-akan harapan itu sesuatu yang tidak pasti dan menipu. Istilah harapan sudah disalahartikan dan diselewengkan dari arti sebenarnya. Padahal hidup kita sebagai orang Katolik didasarkan pada tiga keutamaan, yaitu iman, harapan, dan kasih. 


Bacaan-bacaan suci pada hari ini berbicara tentang harapan yang diberikan Tuhan kepada kita. Tuhan tidak pernah menipu. Dia tidak pernah memberikan harapan palsu. Harapan yang diberikan-Nya kepada kita adalah harapan yang benar, sejati dan pasti akan terjadi dalam kehidupan ini. Dalam Bacaan Pertama, Nabi Yesaya yang mewakili umat Israel sangat mengharapkan kedatangan Tuhan untuk menyelamatkan mereka dari perbudakan dosa. Mereka mengakui dosanya di hadapan Tuhan, dan memohon pengampunan dari Tuhan, agar Tuhan sudi menyelamatkan mereka. Harapan akan keselamatan ini telah terwujud melalui kedatangan Yesus ke dunia ini untuk menebus manusia dari segala dosa.  


Pengharapan itu tidak berhenti pada kedatangan Yesus yang pertama kali ke dunia, tetapi terus berlanjut pada pengharapan akan kedatangan Yesus yang kedua kalinya ke dunia ini pada akhir zaman. Mengapa Yesus datang lagi pada akhir zaman? Untuk mengadili orang yang hidup dan yang mati. Kapan akan terjadinya akhir zaman? Tidak ada seorang pun yang tahu. Itu adalah rahasia Allah. Yang terpenting bagi kita sebagai orang beriman adalah sikap kita dalam menantikan kedatangan Yesus yang kedua kali ini. Harus ada persiapan diri yang baik untuk menyambut kedatangan Yesus, yaitu dengan sikap berjaga-jaga.


Dalam Bacaan Injil, Tuhan Yesus mengumpamakan kedatangan-Nya yang kedua kali seperti seorang tuan yang bepergian dan tidak tahu kapan ia akan pulang ke rumahnya. Tetapi dia tidak pergi begitu saja. Dia meninggalkan suatu tugas dan pekerjaan yang harus dikerjakan oleh hamba-hambanya. Tuan itu sangat berharap kalau dia pulang kembali semua pekerjaan itu berjalan dengan baik dan menghasilkan buah yang melimpah. Itulah sikap berjaga-jaga yang diharapkan oleh Yesus, yaitu supaya dalam menantikan kedatangan-Nya pada akhir zaman, kita tidak bermalas-malasan, tetapi tetap bertekun dalam berdoa dan bekerja (ora et labora). 


Saudara-saudari terkasih, iman kepada Yesus menjadi dasar dari harapan kita. Rasul Paulus dalam Bacaan Kedua tadi mengatakan, bahwa “di dalam Kristus kamu telah menjadi kaya dalam segala hal.” Dengan iman itulah kita dapat menantikan penampakan Tuhan kita Yesus Kristus pada akhir zaman nanti. Dengan beriman kepada Yesus kita akan diselamatkan, baik sekarang ini maupun pada akhir zaman nanti. Iman itulah yang menjadi tumpuan dasar dari segala harapan dalam kehidupan kita.


 Maka dari itu, marilah Saudara-saudari terkasih, selama masa Adven ini, seraya kita mempersiapkan diri untuk merayakan Natal, yaitu peristiwa kedatangan Yesus yang pertama kali di dunia ini, kita juga harus mempersiapkan diri kita dengan sebaik-baiknya untuk menyambut kedatangan Yesus yang kedua kalinya pada akhir zaman. Akhir zaman bukan mitos atau dongeng belaka! Tetapi sungguh-sungguh akan terjadi pada waktu yang tidak kita duga sama sekali. Sama seperti para nabi dan orang Israel menantikan kedatangan Sang Mesias, yang sudah tergenapi dalam peristiwa kelahiran Yesus (Adven Natalis), pada zaman ini kita menantikan kedatangan Sang Raja Semesta Alam, yaitu Tuhan kita Yesus Kristus yang akan datang lagi ke dunia ini untuk kedua kalinya pada akhir zaman (Adven Eskatologis). 


Cara kita mempersiapkan diri adalah dengan BERJAGA-JAGA. 

Bagaimana sikap berjaga-jaga itu? 

1. Mengaku dosa dan menerima Sakramen Tobat (Bacaan I).

2. Tekun berdoa dan rajin bekerja (Bacaan Injil). 

3. Tetap beriman teguh kepada Yesus (Bacaan II).

Dengan demikian, pada akhir zaman nanti, kita akan didapati oleh Tuhan dalam keadaan yang layak dan tak bercacat, sehingga dapat masuk ke dalam Kerajaan  Kristus. 


“SELAMAT MEMASUKI MASA ADVEN”


RD. Vinsensius

Imam Diosesan Sanggau


Thursday 12 November 2020

KESETIAAN IMAN

 

(Hari Minggu Biasa XXXIII: 15 November 2020) 






Saudara-saudari terkasih, akhir zaman atau kiamat merupakan salah satu hal yang kita imani sebagai orang Katolik. Kita percaya akan hari kiamat, di mana Yesus akan datang kembali ke dunia ini untuk mengadili orang yang hidup dan yang mati. Pengakuan iman ini juga kita ucapkan dalam Syahadat Para Rasul: “dari situ (Surga) Ia (Yesus) akan datang (ke dunia lagi), (untuk) mengadili orang hidup dan mati”. 


Bacaan Kedua dan Bacaan Injil hari ini sama-sama berbicara tentang hari kiamat. Rasul Paulus menyebutnya sebagai Hari Tuhan. Kedatangan Tuhan pada akhir zaman diumpamanakannya seperti pencuri yang datang pada malam hari. Artinya, tidak seorang pun yang tahu kapan hari dan saatnya. Maka, kita tidak boleh tidur dalam arti tidak boleh lengah dan mengabaikan perintah-perintah Tuhan, tetapi harus selalu berjaga-jaga. 


Sikap berjaga-jaga ini juga ditekankan oleh Yesus dalam Bacaan Injil tadi. Kita harus berjaga-jaga seperti para hamba yang menunggu tuannya pulang dari luar negeri. Kerajaan Surga diumpamakan oleh Yesus seperti seorang tuan yang hendak pergi ke luar negeri, dan ia mempercayakan uang (talenta) kepada mereka, dengan harapan ketika ia datang kembali, talenta itu sudah berkembang dan banyak. Namun, tidak semua hamba melakukan apa yang dikehendaki oleh tuannya itu. Ada yang membangkang dan tidak mau mengembangkan talentanya, dan dialah yang dihukum oleh tuannya. Sedangkan hamba yang lain yang mengembangkan talentanya, diberikan tanggung jawab yang lebih besar dan boleh ikut serta dalam kebahagiaan tuannya, sebab dia sudah setia dalam perkara-perkara yang kecil. 


Saudara-saudari terkasih, sebagai antisipasi akan datangnya akhir zaman pada saat yang tidak kita duga-duga, kita perlu berjaga-jaga. Sikap berjaga-jaga yang harus kita lakukan adalah:

1. Setia mengembangkan talenta kita, yaitu IMAN. Sejak pembaptisan kita sudah menerima karunia iman. Tetapi iman itu harus dikembangkan melalui doa-doa, membaca Kitab Suci, dan menerima Sakramen-sakramen Gereja, terutama Ekaristi dan Sakramen Tobat.

2. Rajin berbuat baik. Kita harus bersikap seperti wanita dalam Bacaan Pertama dari Kitab Amsal, yang rajin berbuat baik kepada semua orang. Dalam kesehariannya dia tidak berpangku tangan (mager), tetapi dia melakukan semua aktivitasnya dengan penuh cinta. Dia bukan saja rajin bekerja, tetapi juga rajin berbuat amal kasih, dengan memberikan bantuan kepada orang-orang miskin. Inilah wujud dari iman yang hidup. Iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati! Maka, iman kita harus disertai pula dengan perbuatan-perbuatan kasih kepada sesama. 


Dengan demikian, kita akan siap untuk menyongsong Hari Tuhan, sehingga pada saat pengadilan terakhir, kita didapati oleh Tuhan dalam keadaan yang layak untuk ikut serta dalam kebahagiaan-Nya, karena kita tetap setia dalam Iman kepada Kristus, Tuhan kita. 


RD. Vinsensius


Imam Diosesan Keuskupan Sanggau

Friday 6 November 2020

PELITA YANG TETAP BERNYALA

 

(Hari Minggu Biasa XXXII: 8 November 2020)



Saudara-saudari terkasih, kebijaksanaan sangat penting dalam hidup kita. Bahkan Negara kita pun dibangun di atas dasar kebijaksanaan, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan... (sila ke ke-4 dari Pancasila). Dalam Bacaan Pertama, penulis Kitab Kebijaksanaan mengatakan bahwa kebijaksanaan itu selalu bersinar dan tidak dapat layu. Artinya kebijaksanaan itu bersifat kekal, dan tetap menjadi hal yang utama dalam kehidupan kita, dari dahulu, sekarang, sampai akhir zaman. Kebijaksanaan bukanlah sesuatu yang sulit ditemukan, dan bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diraih, sebab kebijaksanaan itu selalu menampakkan dirinya di sekitar kita. Tinggal kita lagi apakah mau belajar untuk menjadi bijaksana atau tidak? 


Contoh dari kebijaksanaan diberikan oleh Yesus dalam Bacaan Injil, melalui perumpamaan tentang 5 gadis bijaksana dan 5 gadis yang bodoh. Untuk dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga kita harus seperti 5 gadis yang bijaksana, yang selain membawa pelita, juga membawa minyak dalam botol, agar pelitanya tetap bernyala dalam menantikan kedatangan mempelai laki-laki. Kebijaksanan di sini tampak dalam sikap antisipasi dan berjaga-jaga yang harus kita lakukan dalam menantikan  kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya ke dunia pada akhir zaman. Kita tidak boleh terlena seperti kelima gadis yang bodoh, yang hanya membawa pelita saja tetapi tidak ada cadangan minyak sama sekali, sehingga pada saat Mempelai laki-laki datang mereka tidak dapat menyambutnya karena masih sibuk membeli minyak. 

Demikian pula dengan situasi kita pada zaman ini, banyak kesibukan duniawi yang membuat kita lupa dengan Tuhan. Kita cenderung bersikap seperti 5 gadis yang bodoh, yang terlena dalam menantikan kedatangan mempelai laki-laki, yang tak kunjung datang. Sementara mereka tidak menyediakan minyak untuk pelita mereka, yang sangat diperlukan untuk menyambut sang mempelai laki-laki, yang akan datang pada malam hari. Kepada kita masing-masing telah diberikan pelita, yaitu IMAN kepada KRISTUS, tetapi kita tidak mengisi iman kita dengan doa-doa, dan perbuatan-perbuatan baik kepada sesama. Kita sibuk dengan dunia kita sendiri. Kita tenggelam dalam rutinitas dan pekerjaan kita, demi kesuksesan duniawi, dan harta kekayaan yang fana ini. Maka, Injil hari ini menjadi teguran bagi kita semua, agar kita memiliki kebijaksanaan: selalu INGAT untuk mengisi “pelita” kita, agar “pelita kita tetap bernyala”. Itulah sikap berjaga-jaga dalam menantikan kedatangan Tuhan Yesus, sebab kita tidak tahu kapan saat dan harinya Yesus akan datang kembali ke dunia ini untuk mengadili orang yang hidup dan yang mati. 


Saudara-saudari terkasih, marilah kita sungguh-sungguh mempersiapkan diri kita untuk menyambut kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini pada akhir zaman. Persiapan ini harus dilakukan setiap hari, dengan tekun berdoa, rajin beribadah di Gereja, dan melakukan kebaikan-kebaikan bagi sesama. Dengan demikian, sebenarnya kita juga mempersiapkan diri kita untuk memasuki kehidupan yang baru di surga, jika perjalanan hidup kita di dunia ini sudah berakhir. Seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Bacaan Kedua, bahwa kematian tidak boleh membuat kita berdukacita seperti orang yang tidak mempunyai harapan, sebab kita percaya akan kebangkitan. Yesus yang telah bangkit juga akan membangkitkan orang-orang yang percaya kepada-Nya untuk menikmati kehidupan abadi di surga. 


Maka, marilah kita pergunakan waktu dan kesempatan hidup ini dengan sebaik-baiknya. Jangan sia-siakan kesempatan hidup yang hanya 1x saja, sebab jika kita salah jalan, jatuh dalam lembah dosa, dan tidak mau bertobat, maka penyesalan di akhirat tidak ada gunanya. Pertobatan selama kita masih hidup di dunia ini menjadi jalan untuk dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga. Berjaga-jagalah selalu di dalam doa dan perbuatan kasih, agar kelak kita diterima dalam kehidupan kekal di surga. 



RD. Vinsensius

Imam Diosesan Keuskupan Sanggau

Friday 23 October 2020

KASIH KEPADA ALLAH DAN SESAMA

 

(Hari Minggu Biasa XXX: 

25 Oktober 2020)


 


Saudara-saudari terkasih, jika kita memandang Salib Yesus, kita melihat ada simbol yang bermakna di balik salib itu. Pertama, ada garis vertikal (lurus dari atas ke bawah). Itu melambangkan hubungan Allah dan manusia. Dan yang kedua, ada garis horisontal (garis lurus menyamping kiri ke kanan), yang melambangkan hubungan antar sesama manusia. Pusat dari kedua garis itu adalah Yesus Kristus, Pengantara manusia kepada Allah. Pertanyaannya, hubungan seperti apa yang dikehendaki oleh Allah?

 

   Dalam Bacaan Injil tadi, kita sudah mendengarkan perintah yang paling utama dan pertama dalam Hukum Taurat, yaitu perintah KASIH, baik kepada Allah, maupun kepada sesama. Maka, perintah Kasih inilah yang harus ada dalam hubungan manusia dengan Allah dan dengan sesama. Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita, dengan menyerahkan Putra-Nya yang tunggal, demi penebusan dosa dan keselamatan kita. Maka, sebagai tanggapan atas kasih Allah ini, kita juga harus mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap akal budi, serta mengasihi sesama seperti diri kita sendiri.

 

Kasih kepada Allah tampak nyata dalam Bacaan Kedua tadi. Dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika, Rasul Paulus memuji umat di Tesalonika, karena mereka telah menuruti perintah Tuhan. Mereka sudah meninggalkan berhala-berhala, dan mengabdikan diri hanya kepada Allah saja. Kasih mereka kepada Allah sudah total, dan itu terbukti melalui iman mereka yang teguh kepada Allah.

 

Kasih kepada sesama tampak nyata dalam Bacaan Pertama. Allah berfirman kepada umat Israel melalui perantaraan Musa, bahwa mereka harus mengasihi sesamanya seperti mereka mengasihi diri mereka sendiri. Sebagai wujud dari kasih ini, mereka dilarang keras untuk menindas sesamanya yang terlantar, yaitu orang-orang asing, para janda dan yatim piatu, serta orang-orang miskin. Segala bentuk penindasan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dan perintah kasih. Maka, mereka harus memberikan perhatian dan pertolongan bagi orang-orang yang terlantar dan menderita ini, agar mereka juga mengalami kesejahteraan, dan bukan sebaliknya menindas mereka, demi memperoleh keuntungan diri sendiri. Jika, kita menindas orang lain, maka Tuhan sendiri akan membalas kejahatan itu, sesuai dengan sabda-Nya tadi.

 

Saudara-saudari terkasih, bacaan-bacaan suci hari ini sudah jelas bagi kita, dan mudah kita pahami, karena ajaran ini menjadi inti dari iman kita, dan pokok dari ajaran Kristus, yaitu CINTA KASIH. Tugas kita sekarang adalah mengamalkan cinta kasih ini dalam kehidupan kita sehari-hari dalam hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Salib Kristus melambangkan cinta Allah kepada manusia (garis vertikal) dan cinta manusia kepada sesamanya (garis horisontal). Maka, kita yang mengimani Kristus harus mewujudnyatakan lambang cinta kasih ini, yaitu dengan mengasihi Allah dan sesama dalam kehidupan kita sehari-hari.

 

Kasih kepada Allah dapat kita wujudkan dalam kehidupan rohani kita, dengan rajin berdoa setiap hari, merayakan Misa pada hari Minggu, dan sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan dan bukan kepada berhala atau roh-roh lain. Sedangkan kasih kepada sesama dapat kita wujudkan melalui perhatian, kepedulian, dan bantuan yang kita berikan kepada sesama. Jauhkanlah sikap benci, iri hati, balas dendam, dan perbuatan jahat lainnya, agar kasih kita kepada sesama sungguh-sungguh total dan sejati. Marilah kita mengamalkan kasih kepada Allah dan sesama, agar kita semua dapat mengalami kesejahteraan dan kedamaian dalam kehidupan bersama.

 

 R.D. Vinsensius

Imam Diosesan Keuskupan Sanggau

 

 

 

 

 

 

 

 

Saturday 17 October 2020

INI AKU, UTUSLAH AKU

 

Hari Minggu Misi Ke-94: 

Hari Minggu Biasa XXIX

(18 Oktober 2020)



 

Saudara-saudari terkasih,

Hari ini kita merayakan Hari Minggu Misi Sedunia yang ke-94. Panggilan untuk bermisi pertama-tama adalah inisiatif dari Allah, muncul dari Allah dan tertuju kepada Allah, Sang Sumber Keselamatan. Dalam Bacaan Pertama, Tuhan menegaskan Misi-Nya kepada Nabi Yesaya, bahwa Ia telah memanggil dan memilih Raja Koresh, serta memberikan kemenangan kepadanya, supaya semua orang mengenal Allah yang benar, dan dapat mengalami keselamatan yang kekal dari Allah.

 

Misi Allah ini tampak secara nyata dan sempurna dalam diri Yesus Kristus, Putra-Nya. Sebagaimana telah kita dengarkan dalam Bacaan Injil, Yesus menjawab pertanyaan dari orang-orang Farisi dan Herodian, yang berusaha menjerat Dia dengan mempertentangkan urusan pemerintah dan agama, berkaitan dengan kewajiban pajak.  Namun, dengan bijaksana Yesus menjawab: “Berikanlah kepada Kaisar, apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” (Mat. 22:21).

 

Melalui sabda ini, Yesus ingin mengatakan bahwa Misi keselamatan-nya berlaku untuk semua orang, dan semua bidang kehidupan manusia, baik agama, politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Dalam hal ini kita memiliki kewajiban untuk mematuhi aturan dari masing-masing bidang atau lembaga yang ada ini. Tidak perlu kita mempertentangkan bidang yang satu dengan yang lain, karena semuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu demi kesejahteraan bersama, baik yang sifatnya jasmani maupun rohani.

 

Saudara-saudari terkasih, sesuai dengan sabda Yesus ini, maka kita harus melaksanakan kewajiban kita masing-masing sesuai bidangnya. Sebagai warga negara, kita wajib menaati undang-undang dan peraturan dari pemerintah. Misalnya saat pandemi ini, kita wajib mematuhi protokol kesehatan (3M: Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak untuk menghindari kerumunan). Sebagai warga Gereja, kita wajib menaati perintah-perintah Tuhan dan Gereja Katolik. Sebagai orang tua, kita wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan anak-anak. Dan masih banyak bidang lainnya lagi yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Berhadapan dengan aneka bidang kehidupan ini, kita harus bijaksana. Jangan sampai mempertentangkan bidang yang satu dengan yang lain, seperti orang-orang Farisi dan Herodian. Hendaknya, kita bijaksana dalam mengatur semua bidang ini, agar semuanya dapat berjalan dengan baik, sehingga terpenuhilah kewajiban kita, baik kepada sesama manusia maupun kepada Allah.

 

Saudara-saudari terkasih, agar kita dapat memenuhi semua kewajiban kita dengan baik dan benar, maka kita harus memiliki semangat dasar yang benar, yaitu iman, harapan, dan kasih. Sebagaimana yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Bacaan Kedua tadi, bahwa ia bersyukur akan amal iman, usaha kasih, dan ketekunan harapan dari umat di Tesalonika kepada Yesus. Semua ini bisa terjadi karena Allah yang telah memanggil dan memilih mereka untuk melaksanakan Misi-Nya di dunia ini. Maka, ketiga semangat ini harus ada dalam kehidupan kita, yaitu iman, harapan, dan kasih, agar kita dapat melaksanakan Misi Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari, demi kesejahteraan bersama dan keselamatan manusia.

 

Saudara-saudari terkasih, untuk Minggu Misi tahun ini Paus Fransiskus mengangkat tema: “Inilah Aku, Utuslah Aku.” (Yes. 6:8). Panggilan Allah harus ditanggapi dengan jawaban yang positif. Bacaan pertama hari ini berbicara tentang panggilan itu, sedangkan bacaan kedua dan Injil berbicara tentang tangapan atas panggilan Allah melalui perbuatan iman, harapan, dan kasih yang harus kita wujudkan dalam kehidupan berbangsa dan menggereja. Maka sebagai penutup dari renungan hari ini, saya akan mengutip sedikit dari pesan Paus Fransiskus pada hari Minggu Misi ini, yang dapat menjadi bahan permenungan kita bersama dalam merayakan Hari Minggu Misi yang ke-94:  

 

Misi adalah tanggapan bebas dan sadar atas panggilan Allah. Tetapi kita melihat panggilan ini hanya ketika kita memiliki hubungan cinta yang personal dengan Yesus yang hadir di dalam Gereja-Nya. ... Keterbukaan batin ini esensial jika kita akan mengatakan pada Allah: “Ini aku, Tuhan, utuslah aku!” (bdk. Yes. 6:8).

Memahami apa yang disampaikan Allah kepada kita pada masa pandemi ini juga menunjukkan tantangan bagi misi Gereja. Keadaan sakit, penderitaan, ketakutan dan isolasi menantang kita. Kemiskinan mereka yang meninggal dalam kesendirian, yang tertelantarkan, mereka yang telah kehilangan pekerjaan dan pendapatan, yang tanpa tempat tinggal dan mereka yang kekurangan makanan menantang kita. Dipaksa untuk menjalankan sosial distancing dan untuk tinggal di rumah mengundang kita untuk menemukan kembali bahwa kita membutuhkan hubungan sosial seperti juga hubungan bersama kita dengan Tuhan. ...situasi ini hendaknya membuat kita lebih memberi perhatian pada cara kita berelasi dengan orang lain. Dan doa, di mana Allah menjamah dan menggerakkan hati kita, hendaknya membuat kita lebih terbuka pada kebutuhan saudara dan saudari kita untuk keluhuran martabat dan kebebasan, dan juga tanggung jawab kita terhadap pemeliharaan keutuhan ciptaan. Ketidakmungkinan berkumpul sebagai Gereja untuk merayakan Ekaristi telah mengantar kita untuk membagikan pengalaman banyak komunitas Kristen yang tidak dapat merayakan Misa setiap hari Minggu. Dalam semua hal ini, pertanyaan Allah: “Siapa yang hendak Kuutus?” ditujukan sekali lagi kepada kita dan menunggu jawaban yang murah hati dan meyakinkan: “Ini aku, utuslah aku!” (Yes. 6:8).

Semoga Santa Perawan Maria, Bintang Evangelisasi dan Penghibur yang menderita, murid-murid yang diutus Yesus Putra-Nya, terus menjadi pengantara kita dan menopang kita.

 

Roma, Basilika Santo Yohanes Lateran

Pada Hari Raya Pentakosta

31 Mei 2020

Paus Fransiskus


R.D. VINSENSIUS

Imam Diosesan Keuskupan Sanggau

Saturday 26 September 2020

PERTOBATAN SEJATI

 Hari Minggu Biasa XXVI: 

27 September 2020



Saudara-saudari terkasih, seringkali kita menganggap orang yang berdosa itu selama tetap berada dalam dosa, seolah-olah tidak ada harapan lagi bagi dia untuk bertobat dan menjadi yang lebih baik. Kita cenderung mencap orang lain: ‘sekali berbuat salah, selamanya ia tetap bersalah!’ Pemikiran seperti ini tidak sesuai dengan Sabda Tuhan yang kita dengarkan hari ini. Bacaan-bacaan suci pada hari ini mengajak kita semua untuk merenungkan tentang pertobatan yang sejati.

 

Dalam Bacaan Pertama, Allah bersabda kepada Yehezkiel, bahwa Allah bertindak dengan tepat, yaitu menghukum orang yang berbuat jahat dan menyelamatkan orang yang berbuat baik. Ganjaran ini bukan berdasarkan pandangan orang, tetapi menurut apa yang ia lakukan selama hidupnya. Jika orang yang terkenal baik, tetapi ternyata dia melakukan kejahatan dan meninggalkan kebaikannya, maka ia akan menerima hukuman karena kejahatannya itu. Sebaliknya, jika orang yang terkenal berdosa dan jahat, tetapi ternyata ia sungguh-sungguh bertobat dan melakukan segala sesuatu yang baik, maka ia akan diselamatkan oleh Allah. Maka, pertobatan menjadi jalan untuk menuju kepada keselamatan kekal.

 

Pertobatan yang sejati juga telah dijelaskan oleh Yesus dalam Bacaan Injil tadi. Dengan menggunakan perumpamaan tentang dua bersaudara, yang disuruh oleh ayahnya supaya pergi bekerja ke kebun anggurnya. Anak yang pertama memang mengiyakan perintah ayahnya, tapi ia tidak pergi ke kebun anggur ayahnya. Malah anak kedua yang awalnya mengatakan ‘tidak’, akhirnya menyesal dan pergi ke kebun anggur ayahnya. Penyesalan menjadi syarat utama untuk mencapai pertobatan yang sejati. Tanpa penyesalan yang sungguh dan mendalam, kita tidak dapat bertobat.

 

Saudara-saudari terkasih, pertobatan sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari, karena dengan bertobat kita akan mengalami keselamatan, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Marilah kita mewujudkan pertobatan dalam hidup kita, dengan meninggalkan perbuatan kita yang jahat, yang penuh dengan dosa, dan tidak berkenan di hati Allah, dan melakukan perbuatan yang baik, benar, dan berkenan kepada Tuhan. Pertobatan artinya perubahan hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan perintah Tuhan.

 

Pertobatan bukanlah sesuatu yang mustahil untuk kita lakukan. Asalkan kita memiliki niat yang kuat untuk bertobat dan sungguh-sungguh menyesali segala perbuatan dosa kita dan memohon ampun kepada Tuhan, maka dengan pertolongan Allah kita dapat bertobat dan memperoleh keselamatan yang berasal dari Allah, sebab di dalam Kristus ada belaskasihan yang melimpah, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam Bacaan Kedua tadi.


Karena belas kasih-Nya, maka Tuhan memanggil kita untuk bertobat, agar kita tidak binasa dan mengalami kematian yang kekal, melainkan memperoleh keselamatan dan kehidupan yang kekal. Maka, jangan sia-siakan belas kasih Allah ini, selagi masih ada waktu dan kesempatan hidup, marilah kita bertobat dan kembali kepada Allah, dan melakukan apa yang Tuhan perintahkan kepada kita dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kita akan memperoleh keselamatan dalam Kerajaan Surga.

 

R.D. Vinsensius

Imam Diosesan Keuskupan Sanggau

 

 

 

 

 

 

 

 

Friday 11 September 2020

DENDAM DAN PENGAMPUNAN

 (Hari Minggu Biasa XXIV: 

13 September 2020)




Saudara-saudari terkasih, selama dua minggu ini, kita merenungkan dalam Bacaan-bacaan suci tentang bagaimana kita harus membangun relasi yang baik dengan sesama. Minggu lalu kita sudah merenungkan tentang teguran yang harus kita berikan kepada sesama yang bersalah. Minggu ini kita merenungkan tentang pengampunan yang harus kita berikan juga kepada sesama yang bersalah kepada kita.

 

Dalam kenyataan hidup sehari-hari, banyaknya tindakan kejahatan, seperti pembunuhan, permusuhan, atau juga kehancuran dalam rumah tangga, terjadi karena tidak ada pengampunan. Yang ada hanya balas dendam dan amarah. Seseorang yang sudah dikuasai oleh dendam dan amarah akan melakukan berbagai tindakan yang jahat untuk melampiaskan kemarahannya dan membalas dendamnya terhadap sesama.

 

Dalam Bacaan Pertama, Putra Sirakh mempertentangkan pengampunan dengan dendam dan amarah. Dendam dan amarah dipandang sebagai sesuatu yang mengerikan, dan hanya orang berdosa yang dikuasai oleh dendam dan amarah ini. Bahaya dari dendam dan amarah ini bukan saja terjadi pada sesama, yang dimusuhi, tetapi juga terhadap diri orang yang membalas dendam dan amarah tersebut. Dengan tegas Putra Sirakh menyatakan, bahwa “Siapa saja yang membalas dendam akan dibalas oleh Tuhan”. Maka dari itu, pentinglah pengampunan. Kita harus mengampuni sesama yang bersalah kepada kita, agar Tuhan juga mau mengampuni segala dosa-dosa kita.

 

Dalam Bacaan Injil, Tuhan Yesus dengan jelas menjawab pertanyaan dari Rasul Petrus, “Sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku? Sampai tujuh kali kah?” Namun, Yesus menjawab, “Bukan sampai tujuh kali, tetapi tujuh puluh kali tujuh kali.” Sabda Tuhan ini jangan kita artikan secara matematis! Memang secara harafiah, 70x7=490, dan itu masih bisa dihitung dan bersifat terbatas. Akan tetapi, yang dimaksud oleh Yesus melalui perkataan ini adalah pengampunan yang tak terbatas, tak terhitung jumlahnya, dan tetap berlaku sampai selama-lamanya.

 

Perumpamaan yang diberikan oleh Yesus tentang membayar hutang dengan jelas menunjukkan betapa pentingnya pengampunan ini. Jika kita tidak mau mengampuni sesama yang bersalah kepada kita, kita akan bersikap seperti hamba yang tidak tahu berterima kasih. Dia telah diampuni oleh tuannya dan dihapus segala hutangnya, tetapi dia tidak mau mengampuni sesamanya yang berhutang kepadanya. Maka, tuannya itu menjadi murka dan memberikan hukuman kepadanya, karena sikapnya yang tidak berbelas kasih kepada sesamanya.

 

Marilah kita senantiasa mengampuni sesama yang bersalah kepada kita, dengan segenap hati, dan bukan hanya setengah-setengah atau dengan rasa terpaksa. Dengan pengampunan, kita bisa menghindari sikap balas dendam dan amarah. Dengan mengampuni sesama, maka kita juga akan diampuni oleh Allah yang berbelas kasih. Maka, hendaklah kita berbelas kasih kepada sesama, dan mau mengampuni sesama, seperti Allah sendiri berbelas kasih kepada kita dan mau mengampuni semua dosa kita.

 

Penulis:  

R.D. VINSENSIUS

Imam Diosesan Keuskupan Sanggau

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Friday 4 September 2020

MEWARTAKAN KABAR BAIK DI TENGAH KRISIS IMAN DAN IDENTITAS

 Hari Minggu Biasa XXIII: 

(6 September 2020)




Pada bulan September ini Gereja Katolik Indonesia merayakan Bulan Kitab Suci Nasional. Tema yang diangkat adalah: “Mewartakan kabar baik di tengah krisis iman dan identitas.Memang ada banyak krisis di zaman sekarang ini, apalagi di masa pandemi covid-19 ini. Namun, dengan tema ini kita mau berfokus pada dua jenis krisis ini, yaitu iman dan identitas. Kedua krisis ini saling berkaitan satu sama lain. Krisis iman bisa saja disebabkan oleh krisis identitas, demikian pula sebaliknya. Maka, sabda Tuhan pada hari ini mengajak kita semua untuk menemukan kembali identitas kita sebagai murid-murid Kristus, agar iman kita tidak mengalami krisis.

 

Dalam Bacaan Kedua Rasul Paulus dengan jelas mengungkapkan identitas kita sebagai murid Kristus. Ia mengatakan, “…segala firman lain mana pun juga sudah tersimpul dalam firman ini: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Cinta kasih menjadi identitas kita sebagai murid Kristus, karena cinta kasih merupakan hukum yang paling pertama dan utama, yang diajarkan oleh Yesus kepada kita. Segala sesuatu yang kita lakukan harus bersumber pada cinta kasih, dilakukan karena cinta kasih, dan demi cinta kasih, baik kepada Allah maupun kepada sesama.

 

Sebenarnya cinta kasih itu sudah diajarkan oleh Allah sejak dahulu kala, baik dalam kesepuluh perintah Allah, maupun dalam setiap sabda-Nya yang disampaikan melalui para nabi. Dalam Bacaan Pertama tadi, Allah bersabda kepada Nabi Yehezkiel, supaya ia menegur umat Israel yang berbuat jahat. Entah mereka mau mendengarkan atau tidak, yang penting dia harus menegur mereka yang berbuat jahat, karena jika dia tidak menegurnya, dan orang itu tetap berbuat jahat, maka ia harus menanggung akibat dari kejahatannya. Tetapi jika ia sudah menegur mereka, dan walaupun mereka tetap berbuat jahat, dia tidak akan menanggung akibat dari kejahatan itu.

 

Melalui firman ini Allah menghendaki agar kita peduli dengan sesama kita. Kita memiliki tanggung jawab untuk menegur sesama kita yang berbuat salah, yang melakukan dosa dan kejahatan. Seringkali kita tidak mau menegur sesama, karena mungkin merasa tidak enak, sungkan, takut, atau berpikiran ‘ah... nanti dia juga tidak mau mendengarkan apa yang saya katakan... lebih baik diam saja… sama saja ditegur atau tidak ditegur…’ Kita cenderung berorientasi hanya pada hasil dan keberhasilan, tetapi mengabaikan proses. Teguran yang kita berikan kepada sesama menjadi proses batiniah baginya untuk bertobat. Jika kita tidak mau menegur sesama dan membiarkan mereka tetap berbuat kejahatan dan dosa, maka kita juga telah berbuat dosa, yaitu dosa ketidak-pedulian dan dosa kelalaian terhadap sesama.

 

Mengenai teguran ini, Tuhan Yesus memberikan tips kepada kita, bagaimana cara menegur yang baik dalam Bacaan Injil tadi. Pertama-tama teguran itu bersifat pribadi: menegur di bawah 4 mata. Artinya bicarakan masalah itu secara pribadi dengan orang yang melakukan kesalahan. Jika ia masih tidak mau mendengarkan teguran yang bersifat pribadi itu, maka bawalah 2 atau 3 orang supaya membantu kita untuk menegurnya. Jika dia masih tidak mau mendengarkan teguran itu, maka bawalah perkaranya itu dalam komunitas. Mungkin dengan kehadiran banyak orang dan dukungan komunitas, orang itu bisa bertobat. Artinya, teguran itu memiliki tahapannya tersendiri, mulai dari yang bersifat pribadi/ personal, lalu komuintas kecil sampai pada komunitas besar. Semua orang memiliki tanggung jawab yang sama untuk peduli kepada sesamanya yang telah berbuat salah. Inilah bentuk konkret dari cinta kasih kepada sesama, yang menjadi identitas kita sebagai murid-murid Kristus.

 

Semoga perayaan Bulan Kitab Suci Nasional tahun ini semakin menyemangati kita untuk tetap tekun membaca dan merenungkan Kitab Suci, yang menjadi sumber dari iman dan idenitas kita. St. Hieronimus mengatakan, “Tidak mengenal Kitab Suci sama saja dengan tidak mengenal Kristus!” Maka kita harus mengenal lebih dalam Kitab Suci dengan rajin membacanya secara pribadi setiap hari dan merenungkannya di dalam doa, agar sabda Tuhan itu dapat bertumbuh dan berbuah dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan hidup kita sehari-hari, sehingga dengan demikian kita dapat mewartakan kabar baik di tengah krisis iman dan identitas zaman sekarang ini.

 

“Selamat merayakan Bulan Kitab Suci Nasional.

Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin.”

 




R.D. VINSENSIUS

Imam Diosesan Keuskupan Sanggau