(Hari Minggu Prapaskah V: 7 April
2019)
[Bacaan Injil: Luk 15:1-3.11-32]
Oleh: Pastor Vinsensius,
Pr.
Saudara-saudari
terkasih, sering kali kita mudah sekali menghakimi orang
lain, seolah-olah kita sama sekali tidak berdosa. Mudah sekali kita menyatakan
dosa dan kesalahan orang lain di depan umum, menceritakan kesalahan orang lain,
menyebarkan gosip, dan bahkan menghukum orang lain dengan berbagai cara. Maka,
Injil pada hari ini menjadi teguran bagi kita semua, dan sekaligus mengajarkan
kepada kita agar kita bisa mengampuni sesama kita, seperti Yesus yang telah
mengampuni dosa-dosa kita.
Dalam Injil hari ini dikisahkan bahwa orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat datang kepada Yesus dengan membawa seorang
perempuan yang tertangkap basah ketika berbuat zinah. Menurut hukum Taurat,
perempuan seperti ini harus dihukum mati dengan cara dirajam! Namun, anehnya mereka
tidak langsung melaksanakan hukum itu. Mereka ingin mencobai Yesus, dengan
meminta pendapat Yesus, apakah boleh menjatuhkan hukuman mati kepada perempuan
ini? Di sini Yesus dihadapkan kepada masalah yang dilematis, di satu sisi Ia
harus menegakkan hukum Taurat sebagai orang Yahudi, namun di sisi lain Ia juga
harus menjunjung tinggi nilai kehidupan manusia. Dengan bersikap diam dan
menulis di tanah, bukan berarti Yesus tidak tahu apa yang harus Ia perbuat,
tetapi ini menjadi bahasa simbolis yang tidak dimengerti oleh orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat. Bukannya mereka berusaha untuk memikirkan dan
memahami apa arti dari tindakan Yesus ini, tetapi mereka malah terus-menerus
mendesak Yesus supaya berbicara dan memberikan pendapat tentang perbuatan dosa
yang dilakukan oleh perempuan itu. Mereka tidak sabar lagi menantikan jawaban
dari Yesus: Apakah jawaban Yesus bertentangan dengan hukum Taurat? Sehingga mereka
punya bahan untuk menyalahkan Yesus, mengadili Yesus, dan ahkirnya menjatuhkan
hukuman mati kepada Yesus.
Ternyata apa yang selama ini Yesus tulis di tanah
Israel, yaitu hukum cinta kasih dan pengampunan belum melekat di dalam hati orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat. Melihat ketegaran
hati mereka, Yesus harus bangkit berdiri dan menyatakan sekali lagi hukum itu di
hadapan mereka semua, karena memang mereka berhadapan dengan masalah yang
dilematis, ada ketegangan antara hukum Taurat dan hak asasi manusia. Maka,
jawaban Yesus pun sungguh mengejutkan bagi mereka. Yesus bersabda, “Siapa saja di antara kamu tidak berdosa,
hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan ini.” Dengan perkataan
ini, Yesus tidak melarang mereka untuk menjalankan hukum Taurat. Yesus
menyerahkan keputusan untuk menjalankan hukuman rajam itu kepada mereka. Mereka
bisa menilai diri mereka sendiri. Kalau mereka merasa sama sekali tidak
berdosa, silakan melemparkan batu yang pertama.
Namun, ternyata dengan sabda Yesus ini, akhirnya
mata hati orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat terbuka, mereka sadar bahwa
mereka juga orang yang berdosa. Karena dosa itu, maka sebenarnya mereka juga
tidak pantas menghukum sesama yang berdosa. Maka, akhirnya mereka pun pergi
meninggalkan perempuan itu. Mulai dari yang tertua, karena mereka merasa bahwa
mereka lah yang telah banyak berbuat dosa dari dulu sampai sekarang.
Dengan perginya orang-orang Farisi dan ahli-ahli
Taurat meninggalkan perempuan yang berdosa ini, berarti tahap pertama dari
hukum cinta kasih dan pengampunan yang ditulis Yesus di tanah Israel mulai
melekat di hati mereka. Mereka mulai menyadari, bahwa mereka adalah orang yang
berdosa, dan tidak pantas menghakimi orang lain yang berdosa, karena mereka
semua sama-sama pendosa. Namun, sampai pada tahap kesadaran akan dosa belumlah
cukup, tahapan selanjutnya adalah pengampuan dosa. Pengampuan itulah yang
dialami oleh perempuan yang berdosa ini. Ia sudah menyesali dosanya dan ingin
bertobat, maka Yesus mengampuni dosanya. Yesus bersabda kepada-Nya, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah,
dan mulai dari sekarang jangan berbuat dosa lagi." Dengan sabda yang
luar biasa ini, Yesus mengampuni dosa dari perempuan ini, dan sekaligus
memberikan pesan amat penting, yaitu supaya perempuan tersebut bertobat dan
tidak berbuat dosa lagi. Rahmat pengampunan telah diterima oleh perempuan ini. Dengan
demikian, hukum cinta kasih dan pengampunan yang telah ditulis dan ditabur oleh
Yesus di tanah Israel kini telah terukir di hatinya, dan ia telah menjadi
manusia baru, berkat rahmat pengampunan yang berasal dari Tuhan Yesus sendiri.
Saudara-saudari
terkasih, dua minggu berturut-turut sejak Minggu Prapaskah IV,
kita disuguhkan dengan Kisah Kerahiman Allah. Allah yang maharahim ditampakkan
dalam perumpamaan tentang seorang bapa yang baik hati dan mau mengampuni anak
bungsunya yang sudah durhaka dan mau menerima kembali anak itu ke dalam
keluarganya. Allah yang maharahim juga tampak secara nyata dalam diri Yesus
yang mau mengampuni perempuan yang berdosa, dan tidak menghukum perempuan itu,
walaupun ia sudah selayaknya dihukum karena perbuatan dosanya.
Melalui Kisah Kerahiman Allah ini, maka pertama-tama
kita semua diajak untuk juga mengalami dan merasakan sendiri Kerahiman Allah itu,
yaitu dengan menerima Rahmat Pengampuan Suci yang berasal dari Allah sendiri. Rahmat
pengampunan suci itu hanya dapat kita peroleh, jika kita mau mengaku dosa di
hadapan imam. Dengan menerima Sakramen Tobat, maka secara langsung kita
menerima rahmat pengampunan suci yang berasal dari Allah sendiri.
Kisah Kerahiman Allah juga mengajarkan kita untuk
memiliki kerahiman seperti Allah sendiri. Kita harus bisa mengampuni sesama
kita, seperti Yesus yang telah mengampuni dosa kita. Jangan sampai kita
bersikap seperti orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat di awal kisah Injil
tadi. Jangan sampai kita mudah menghakimi orang lain, menyalahkan orang lain,
menuduh orang lain, melemparkan kesalahan kepada orang lain, dan menyebarkan
fitnah dan gosip yang tidak benar tentang orang lain, tanpa mengoreksi diri
sendiri! Maka dari itu, kita harus mengoreksi diri kita sebelum kita mengoreksi
orang lain. Introspeksi diri menjadi jalan bagi kita untuk dapat menyadari
segala dosa dan kesalahan kita, sehingga kita tidak menghakimi orang lain.
Marilah kita belajar untuk bersikap seperti Tuhan
Yesus, tidak menghakimi orang lain, tetapi mau mengampuni orang lain. Marilah
kita tinggalkan sifat-sifat buruk kita yang suka menghakimi orang lain. Dan
marilah di Masa Prapaskah ini kita mohon rahmat pengampunan dari Allah dan bantuan
rahmat Allah agar kita bisa mengampuni sesama yang berdosa. Dengan demikian,
maka hukum cinta kasih dan pengampunan tidak hanya tinggal di tanah saja dan
diinjak-injak orang, tetapi sungguh tertanam di dalam hati kita masing-masing.
No comments:
Post a Comment