Friday 20 September 2019

PERSAHABATAN YANG SEJATI

Hari Minggu Biasa XXV: 
(22 September 2019)

P. Vinsensius, Pr.
  


Sahabat adalah harta yang paling berharga, bahkan melebihi harta yang sifatnya material belaka. Ketika kita mengalami kesusahan, kita pasti akan datang kepada sahabat kita, untuk curhat dan meminta pendapatnya serta masukkannya bagi kita dalam menghadapi masalah tersebut. Segala harta milik kita tidak berarti sama sekali, jika kita tidak memiliki sahabat. Sahabatlah yang dapat menolong kita, ketika kita menghadapi segala permasalahan hidup, dan bukan semata-mata harta dunaiwi. Sahabatlah satu-satunya yang dapat menolong kita, ketika harta duniawi tidak lagi dapat membantu kita dalam mengatasi permasalahan hidup.

Hal yang serupa terjadi dengan bendahara yang tidak jujur dalam Bacaan Injil tadi. Bendahara ini akan dipecat oleh tuannya kerena ia telah menghamburkan harta milik tuannya. Menghadapi permasalahan ini, bendahara ini pun berpikir, bukan  bagaimana caranya agar ia tidak dipecat, karena sudah jelas kesalahannya dan dia pasti akan dipecat, tetapi ia berpikir bagaimana cara supaya ada orang yang mau menampung dia di rumahnya ketika ia dipecat oleh tuannya. Artinya, ia mencari seorang sahabat yang bisa menolong dia dalam menghadapi permasalahan ini.

Karena pada dasarnya bendahara ini tidak jujur, maka solusi yang ia lakukan juga tidak jujur. Ia membuat surat hutang palsu bagi para pelanggannya, yaitu dengan mengurangi jumlah hutang mereka. Hutang yang awalnya 100 tempayan minyak dikuranginya menjadi 50 tempayan, dan seterusnya. Semua hutang pelanggan itu dikuranginya. Hal ini tentu saja membuat para pelanggan menjadi senang kepadanya, dan menganggap dia “baik”.  Mereka tidak tahu kalau semua ini hanyalah modus, agar mereka simpatik terhadap dia. Bendahara yang tidak jujur ini berusaha menjalin persahabatan dengan para pelanggannya dengan cara yang tidak jujur pula. Tujuannya hanya satu, yaitu supaya kelak kalau dia dipecat oleh tuannya, mereka mau menerima dia di rumahnya, dan memberikan pekerjaan baru kepadanya.

Perumpamaan yang diberikan Yesus ini sama sekali tidak bermaksud supaya kita meniru perbuatan curang dari bendahara yang tidak jujur ini. Tetapi kita dapat belajar dari kesalahan bendahara ini: betapa berharganya sebuah persahabatan. Persahabatan yang sejati tidak dapat dibeli dengan harta apapun. Bahkan ketika harta tidak dapat lagi menolong kita, sahabatlah satu-satunya orang yang dapat menolong dan membantu kita.

Pertanyaannya: “Bagaimana persahabatan yang sejati itu?” Persahabatan yang sejati adalah persahabatan yang tulus dan bukan karena modus, seperti bendahara yang tidak jujur ini. Seorang sahabat yang tulus tidak mencari keuntungan diri sendiri, tetapi selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi sahabatnya. Persahabatan yang sejati adalah persahabatan yang jujur. Seorang sahabat tidak menutup-nutupi kelemahan dan kesalahannya di depan sahabatnya atau berbohong demi kebaikannya sendiri, melainkan jujur dan terbuka untuk menceritakan segala kelemahan, kesalahan, dan permasalahannya, sehingga mereka dapat saling memahami dan membantu.

Persahabatan yang sejati inilah yang dapat menghantar kita ke dalam “kemah abadi”, yaitu Kerajaan Allah di surga. Maka, marilah kita mengikat persahabatan yang sejati dengan Tuhan dan sesama. Yesus telah menyebut kita sahabat, karena Ia telah memberitahukan kepada kita segala sesuatu yang Ia dengar dari Bapa (bdk. Yoh. 15:15). Maka, kita juga harus menjadikan Yesus sebagai sahabat sejati dalam hidup kita. Mari kita datang kepada-Nya setiap hari di dalam doa, dan mendengarkan sabda-Nya, dengan setia membaca dan merenungkan Kitab Suci setiap hari. Melalui persahabatan yang sejati dengan Tuhan dan sesama, kita akan memperoleh keselamatan yang berasal dari Tuhan.





No comments:

Post a Comment